Pada tulisan ini merupakan renungan untuk pemerintahan dimasa sekarang ini, berikut ini merupakan sejarah perjalanan bangsa indonesia dalam pemertintahan yang dijalankan, berikut ini merupakan penyimpangan
demokrasi pada masa orde lama orde baru.
1. Penyimpangan
pada masa orde lama
Setelah
Indonesia kembali ke UUD 1945, presiden Soekarno, menerapkan konsep
kepemimpinan yang disebutnya sebagai demokrasi terpimpin. Menurutnya, demokrasi
terpimpin adalah demokrasi khas Indonesia yang diarahkan ke “hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan”. Namun, dalam pelaksanaannya,
demokrasi terpimpin lebih banyak diwarnai kepentingkan dan ambisi politik
sehingga arahnya menjadi melenceng dari konstitusi.
Jalannya
pemerintahan serta aktivitas berbangsa dan bernegara bahkan kemudian tidak
menunjukkan sifat-sifat demokrasi yang memperhatikan aspirasi dan kepentingan
rakyat. Demokrasi tersisih oleh keotoriteran. Kepemimpinan demokratis yang
menyertakan partisipasi rakyat digantikan oleh kepemimpinan sewenang-wenang
yang menonjolkan kiprah pribadi dan kelompok.
Bermula dari
keluarnya dekrit presiden 5 Juli 1959, kecenderungan Presiden Soekarno untuk
membuat gebrakan-gebrakan yang melenceng terus berlanjut. Setelah dekrit yang
controversial itu, dia kemudian membuat kebijakan dengan mengeluarkan produk
hukum lain yang dia beri nama penetapan presiden (disingkat penpres). Penpres
ini merupakan keputusan presiden yang oleh presiden sendiri secara sepihak
diberi kedudukan dan kekuatan yang sama dengan UU (undang-undang) atau bahkan
lebih besar lagi. Padahal, penpres sepenuhnya dibuat oleh presiden dan sama
sekali tanpa persetujuan DPR.
Permulaan yang sudah menyimpang tersebut , dalam praktik selanjutnya
menghasilkan penyimpangan-penyimpangan lanjutan yang kian diluar batas. Penpres
digunakan Presiden Soekarno untuk mengatur hal-hal yang bukan menjadi
wewenangnya dan bahkan berkedudukan di atas dirinya. Misalnya, penpres
dikeluarkan presiden untuk membentuk MPRS dan menentukan GBHN.
Praktik hal-hal
penting dan mendasar yang menyangkut penyelenggaraan negara saat itu hampir
semua diatur oleh penpres. Dan hal ini dilakukan presiden tidak lepas dai
tujuan negara agar penyelenggaraan negara secara umum dapat memperkuat dan
menguntungkan kekuasaannya.
Beberapa contoh
penpres yang dikeluarkan Presiden Soekarno adalah :
1. Penpres No. 2
Tahun 1959 dikeluarkan presiden untuk membentuk MPRS (majelis permusyawaratan
rakyat sementara).
2. Penpres No 7
Tahun 1959 dikeluarkan untuk membubarkan partai politik.
3. Penpres No 1
Tahun 1960 dikeluarkan untuk menetapkan pidato presiden tanggal 17 Agutus 1945
yang berjudul “ Penemuan Kembali Revolusi Kita” (Manifesto Politik Republik
Indonesia) sebagai GBHN.
4. Penpres No 3 Tahun 1960 dikeluarkan untuk membubarkan DPR hasil pemilu tahun
1955.
5. Penpres No 4
Tahun 1960 dikeluarkan untuk membentuk DPR-GR (Gotong Royong) sebagai pengganti
DPR yang dibubarkan.
Dengan demikian
, pada prakteknya , penpres yang hanya berupa keputusan presiden itu boleh
dikatakan memiliki kedudukan dan kekuatan diatas semua peraturan perundang-undangan
yang lain serta hampir menyaingi UUD 1945. Dengan keadaan seperti itu, maka
sekaligus tindakan presiden dengan penpresnya tersebut sudah merupakan suatu
penyimpangan terlalu jauh terhadap UUD 1945. Hal ini sudah berarti sangat
bertentangan dengan semangat proklamasi kemerdekaan serta melenceng dari tujuan
kembali ke UUD 1945 yang diamanatkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
Lembaga
tertinggi negara dan tinggi negara, seperti MPRS dan DPR-GR, yang dibentuk
dengan penpres sendiri akhirnya juga tertular virus penyimpangan yang dilakukan
presiden. Keputusan-keputusan yang dilakukan lembaga itu juga banyak menyimpang
dari ketentuan UUD 1945. Keputusan-keputusan yang dikeluarkannya bukan untuk
memperjuangkan kepentingan rakyat , bangsa , dan negara, melainkan cenderung
untuk memperkuat kedudukan presiden. Berikut ini adalah beberapa contoh hal dan
keputusan yang menyimpang tersebut :
1. Ketetapan
MRPS No. I/MPRS/1960, MPRS menetapkan/mengukuhkan Manipol (yang tidak lain
merupakan hasil pemikiran pribadi Presiden Soekarno) sebagai GBHN.
2. Ketetapan
MPRS No. III/MPRS/1963, MPRS mengangkat Soekarno menjadi presiden seumur hidup.
MPRS, DPRGR, dan DPAS, selain pembentukannya dilakukan dengan penpres,
pemilihan para anggotanya pun ditunjuk presiden. Hal itu sekaligus menunjukkan
begitu besar dan terpusatnya kekuasaan di satu tangan , yakni di tangan
presiden. Keadaan tersebut memperlihatkan bahwa presiden telah menjadi seorang
dictator.
Karena itu,
keadaannya menjadi tumpang-tindih dan terbalik-balik. Presiden yang seharusnya
berada di bawah MPR, dapat menundukkan dan mengatasi MPR. DPR yang seharusnya
sejajar dengan presiden sebagai mitra, nasibnya juga sama seperti MPR. Selain
itu, ketua dan wakil ketua MPR dan DPR juga dijadikan menteri di jajaran
cabinet.
Orde lama dan
Presiden Soekarno sendiri jatuh oleh tekanan keadaan dan tuntutan rakyat.
Kepemimpinan mereka yang banyak menyimpang mnimbulkan ketidakstabilan politik,
hukum, ekonomi, dan sosial serta memunculkan rongrongan dan pemberontakan oleh
pihak-pihak tertentu yang tidak bertanggung jawab. Hal ini memancing emosi
banyak kalangan (terutama mahasiswa dan pelajar), sehingga secara umum kemudian
muncul tuntutan kepada Presiden Soekarno dan Orde Lama untuk mundur dari
kekuasaan.
2. Penyimpangan
pada masa orde baru
Sepeninggal
presiden Soekarno dan Orde Lama, pemerintahan baru dibawah pimpinan presiden
Soeharto tampil mengendalikan kehidupan berbangsa dan bernegara. Di bawah
panji-panji yang mereka sebut orde baru, pemerintah dan tatanan baru ini
bertekat bulat untuk mengoreksi secara total kesalahan dari Orde Lama. Mereka
yakni, Presiden Soeharto berikut Orde barunya, mengawali tugasnya dengan
semangat melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 dengan murni dan konsekuen.
Namun, kenyataannya selanjutnya membuktikan bahwa tekad dan semangat yang
mereka canangkan berbelok ke arah yang hampir sama dengan gaya pemerintahan
Orde Lama. Artinya, presiden Soeharto berikut Orde Barunya ternyata mewarisi
perilaku yang sama dengan Presiden Soekarno dan Orde Lamanya. Soeharto dan Orde
Baru akhirnya juga terperosok ke dalam kepemimpinan yang dictator dan otoriter,
yang banyak sekali melanggar UUD 1945.
Berikut ini
adalah beberapa contoh penyimpangan yang terjadi pada masa Orde Baru :
A. MPR berketetapan tidak berkehendak dan tidak akan melakukan perubahan
terhadap UUD 1945 serta akan melaksanakannya secara murni dan konsekuen (pasal
104 ketetapan MPR No. I/MPR/1983 tentang tata tertib MPR. Hal ini bertentangan
dengan pasal 3 UUD 1945 yang memberikan kewenangan kepada MPR untuk menetapkan
UUD dan GBHN, serta Pasal 37 yang memberikan kewenangan kepada MPR untuk
mengubah UUD 1945.
B. MPR
mengeluarkan ketetapan MPR No. IV/MPR/1983 tentang Referendum yang mengatur
tata cara perubahan UUD yang tidak sesuai dengan pasal 37 UUD 1945, setelah
perubahan UUD yang keempat (terakhir) berjalan kurang lebih enam tahun,
pelaksanaan UUD 1945 belum banyak dipersoalkan. Lebih-lebih mengingat agenda
reformasi itu sendiri antara lain perubahan (amandemen) UUD 1945. Namun
demikian, terdapat ketentuan UUD 1945 hasil perubahan (amandemen) yang belum
dapat dipenuhi oleh pemerintah, yaitu anggaran pendidikan dalam APBN yang belum
mencapai 20%. Hal itu ada yang menganggap bertentangan dengan pasal 31 ayat (4)
UUD 1945 yang menyatakan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari
anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).
Sumber : juliana saputri