Redaksi :
Budidaya Ubi jalar dan cara pengolahanya dan manajemen pasarnya Budidaya ubi jalar cocok dilakukan di daerah
tropis yang panas dan lembab. Suhu ideal bagi tanaman ini adalah 21-27oC
dengan dengan curah hujan 750-1500 mm per tahun. Budidaya ubi jalar memerlukan
penyinaran matahari sekitar 11-12 jam sehari.
Di Indonesia, budidaya ubi jalar mencapai
produktivitasnya yang paling optimal bila ditanam di dataran rendah hingga
ketinggian 500 meter dari permukaan laut. Namun, tanaman ini masih bisa tumbuh
dengan baik pada ketinggian di atas 1000 meter, hanya saja jangka waktu tanam
hingga panen menjadi lebih panjang.
Penyiapan bibit ubi jalar[ Penyiapan
bibit dalam budidaya ubi jalar bisa dilakukan dengan dua cara, yakni cara
generatif dan vegetatif. Pertama adalah perbanyakan melalui umbi. Caranya pilih
umbi berkualitas baik dan sehat, kemudian dibiarkan di tempat lembab dan teduh
hingga keluar tunasnya.
Tunas yang keluar dari umbi dipotong dan siap
untuk dibesarkan. Cara generatif jarang dilakukan dalam budidaya ubi jalar
skala luas. Cara ini dipakai untuk memperbanyak bibit unggul dalam skala
terbatas. Atau untuk mengembalikan sifat-sifat unggul sang induk.
Cara kedua adalah perbanyakan vegetatif dengan
distek. Calon indukan diambil dari tanaman yang berumur di atas dua bulan
dengan ruas yang pendek-pendek. Caranya, potong batang tanaman kira-kira
sepanjang 15-25 cm. Pada setiap potongan minimal terdapat dua ruas batang.
Papas sebagian daun-daunnya untuk mengurangi penguapan. Ikat batang yang telah
distek tersebut dan biarkan selama satu minggu di tempat yang teduh.
Perbanyakan dengan cara stek batang secara terus
menerus akan menurunkan kualitas tanaman. Oleh karena itu, perbanyakan dengan
stek hanya dianjurkan untuk 3-5 generasi penanaman.
Pengolahan tanah
untuk budidaya ubi jalar
Penanaman ubi
jalar
Pemeliharaan dan
perawata[ Tanaman ubi adalah tanaman yang tahan kekeringan,intensitas hujan dua minggu sekali cukup memberikan asupan air,sehingga relatif tidak memerlukan penyiraman secara terus menerus.
Pemanenan
budidaya ubi jalar
Kondisi tanah yang cocok untuk budidaya ubi jalar
adalah tanah lempung berpasir, gembur, banyak mengandung hara dan memiliki
drainase yang baik. Budidaya ubi jalar pada tanah kering dan retak-retak, akan
menurunkan imunitas tanaman. Tanaman mudah terserang hama dan penyakit.
Sebaliknya bila ditanam ditempat becek atau basah, umbinya akan kerdil, kadar
serat tinggi, umbi mudah busuk dan bentuknya benjol.
Derajat keasaman tanah yang ideal untuk budidaya
ubi jalar sekitar 5,5-7,5 pH. Tanaman ini tumbuh baik pada lahan tegalan atau
bekas sawah. Pada lahan tegalan, budidaya ubi jalar cocok dilakukan diakhir
musim hujan. Sedangkan untuk lahan sawah lebih cocok pada musim kemarau.
Budidaya ubi jalar relatif tidak membutuhkan
pupuk yang banyak. Apalagi bila ditanam di lahan bekas sawah. Sebelum menanam
ubi jalar, hendaknya tanah dibajak atau dicangkul supaya gembur. Kemudian
bentuk bedengan setinggi 30-40 cm. Buat lebar bedangan 60-100 cm dengan jarak
antar bedengan 40-60 cm. Panjang bedengan mengikuti bentuk lahan.
Untuk budidaya ubi jalar secara organik, berikan
pupuk dasar berupa pupuk kandang atau kompos. Pupuk kandang yang bagus adalah
campuran kotoran ayam dan sapi atau kambing yang telah matang. Campurkan pupuk
pada saat pembuatan bedengan dengan dosis 20 ton per hektar.
Ubi jalar ditanam dengan cara membenamkan 2/3
stek batang kedalam tanah. Dalam satu bedengan terdapat dua baris tanaman.
Jarak antar tanaman dalam satu baris 30 cm dan jarak antar baris 40 cm.
Dibutuhkan sekitar 36 ribu batang untuk lahan seluas satu hektar.
Di awal pertumbuhan usahakan jaga kelembaban
tanah. Lakukan penyiraman setiap pagi dan sore hari pada stek yang baru
ditanam. Penyiraman bisa dihentikan setelah tanaman terlihat tumbuh, yang
dicirikan dengan keluarnya daun baru.
Setelah 2-3 minggu penanaman, periksa keseluruhan
tanaman. Apabila terdapat tanaman yang gagal tumbuh segera sulam dengan tanaman
baru. Penyulaman dilakukan dengan cara mencabut tanaman yang mati dan
menggantinya dengan stek batang yang baru.
Pada umur 4 minggu setelah tanam, lakukan
pembongkaran tanah di kiri dan kanan tanaman, radius10 dari tanaman. Hal ini
dimaksudkan supaya akar tanaman tidak menjalar kemana-mana sehingga umbi
terkonsentrasi pada jalur penanaman. Aktivitas ini dilakukan sekaligus dengan
menyiangi gulma.
Pada umur 6-8 minggu setelah tanam, tanah yang
dibongkar tadi kemudian ditutup kembali sambil merapikan akar-akar yang
menjalar keluar dari jalur penanaman. Kegiatan perapihan akar ini penting
karena jika menjalar kemana-mana, umbi yang dihasilkan tidak akan terlalu
besar. Jika akar tidak ditertibkan, bisa jadi umbinya banyak namun ukurannya
kecil-kecil.
Pemanenan ubi jalar bisa dilakukan pada umur
3,5-4 bulan. Perhatikan cuaca saat menjelang panen, atau umur tanaman di atas 3
bulan. Umbi siap panen yang tiba-tiba tertimpa hujan deras biasanya akan
membusuk. Hal ini terjadi pada budidaya ubi jalar yang dilakukan di musim
kemarau. Apabila terjadi hal tersebut segera lakukan pemanenan, maksimal 7 hari
setelah hujan.
Panen dikatakan berhasil jika tiap satu bibit
yang ditanam minimal menghasilkan 1 kg umbi. Secara umum tanaman ubi jalar yang
baik dan tidak terserang hama akan menghasilkan umbi lebih dari 25 ton per
hektar. Bahkan pada ubi jalar varietas tertentu seperti kalasan bisa
menghasilkan hingga 30-40 ton per hektar.
Setelah dipanen, ubi jalar dicuci dan disortir
kemudian masukkan dalam karung dan simpan ditempat kering sebelum dijual ke
pasar .
*Masalah pemasaran :
Kesinambungan produksi[ Salah satu penyebab timbulnya
berbagai masalah pemasaran hasil petanian berhubungan dengan sifat dan ciri
khas produk pertanian, yaitu: Pertama, volume produksi yang kecil karena
diusahakan dengan skala usaha kecil (small scale farming). Pada umumnya
petani melakukan kegiatan usaha tani dengan luas lahan yang sempit, yaitu
kurang dari 0,5 ha. Di samping itu, teknologi yang digunakan masih sederhana
dan belum dikelola secara intensif, sehingga produksinya belum optimal; Kedua,
produksi bersifat musiman sehingga hanya tersedia pada waktu-waktu tertentu.
Kondisi tersebut mengakibatkan pada saat musim produksi yang dihasilkan
melimpah sehingga harga jual produk tersebut cenderung menurun. Sebaliknya pada
saat tidak musim produk yang tersedia terbatas dan harga jual melambung tinggi,
sehingga pedagang-pedagang pengumpul harus menyediakan modal yang cukup besar
untuk membeli produk tersebut. Bahkan pada saat-saat tertentu produk tersebut
tidak tersedia sehingga perlu didatangkan dari daerah lain; Ketiga,
lokasi usaha tani yang terpencar-pencar sehingga menyulitkan dalam proses
pengumpulan produksi. Hal ini disebabkan karena letak lokasi usaha tani antara
satu petani dengan petani lain berjauhan dan mereka selalu berusaha untuk
mencari lokasi penanaman yang sesuai dengan keadaan tanah dan iklim yang cocok
untuk tanaman yang diusahakan. Kondisi tersebut menyulitkan pedagang pengumpul
dalam hal pengumpulan dan pengangkutan, sehingga membutuhkan waktu yang cukup
lama untuk mengumpulkan produk yang dihasilkan petani. Kondisi tersebut akan
memperbesar biaya pemasaran; Keempat, sifat produk pertanian yang mudah
rusak, berat dan memerlukan banyak tempat. Hal ini menyebabkan ada
pedagang-pedagang tertentu yang tidak mampu menjual produk pertanian, karena
secara ekonomis lebih menguntungkan menjual produk industri (agroindustri).
2. Kurang memadainya pasar
Kurang memadainya pasar yang
dimaksud berhubungan dengan cara penetapan harga dan pembayaran. Ada tiga cara
penetapan harga jual produk pertanian yaitu: sesuai dengan harga yang berlaku;
tawar-menawar; dan
borongan. Pemasaran sesuai dengan
harga yang berlaku tergantung pada penawaran dan permintaan yang mengikuti
mekanisme pasar. Penetapan harga melalui tawar-menawar lebih bersifat
kekeluargaan, apabila tercapai kesepakatan antara penjual dan pembeli maka
transaksi terlaksana. Praktek pemasaran dengan cara borongan terjadi karena
keadaan keuangan petani yang masih lemah. Cara ini terjadi melalui pedagang
perantara. Pedagang perantara ini membeli produk dengan jalan memberikan uang
muka kepada petani. Hal ini dilakukan sebagai jaminan terhadap produk yang
diingini pedagang bersangkutan, sehingga petani tidak berkesempatan untuk
menjualnya kepada pedagang lain.
3. Panjangnya saluran pemasaran
Panjangnya saluran pemasaran
menyebabkan besarnya biaya yang dikeluarkan (marjin pemasaran yang tinggi)
serta ada bagian yang dikeluarkan sebagai keuntungan pedagang. Hal tersebut
cenderung memperkecil bagian
yang diterima petani dan memperbesar
biaya yang dibayarkan konsumen. Panjang pendeknya saluran pemasaran ditandai
dengan jumlah pedagang perantara yang harus dilalui mulai dari petani sampai ke
konsumen akhir.
4. Rendahnya kemampuan tawar-menawar
Kemampuan petani dalam penawaran
produk yang dihasilkan masih terbatas karena keterbatasan modal yang dimiliki,
sehingga ada kecenderungan produk-produk yang dihasilkan dijual dengan harga
yang rendah. Berdasarkan keadaan tersebut, maka yang meraih keuntungan besar
pada umumnya adalah pihak pedagang. Keterbatasan modal tersebut berhubungan
dengan: Pertama, sikap mental petani yang suka mendapatkan pinjaman
kepada tengkulak dan pedagang perantara. Hal ini menyebabkan tingkat
ketergantungan petani yang
tinggi pada pedagang perantara,
sehingga petani selalu berada dalam posisi yang lemah; Kedua, fasilitas
perkreditan yang disediakan pemerintah belum dapat dimanfaatkan secara optimal.
Ada beberapa faktor yang
menyebabkannya antara lain belum
tahu tentang prosedur pinjaman, letak lembaga perkreditan yang jauh dari tempat
tinggal, tidak mampu memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Di samping itu
khawatir terhadap risiko dan ketidakpastian selama proses produksi sehingga
pada waktunya tidak mampu mengembalikan kredit. Ini menunjukkan pengetahuan dan
pemahaman petani tentang masalah perkreditan masih terbatas, serta tingkat
kepercayaan petani yang masih rendah.
6. Kurang tersedianya informasi
pasar
Informasi pasar merupakan faktor
yang menentukan apa yang diproduksi, di mana, mengapa, bagaimana dan untuk
siapa produk dijual dengan keuntungan terbaik. Oleh sebab itu informasi pasar
yang tepat dapat mengurangi resiko usaha sehingga pedagang dapat beroperasi
dengan margin pemasaran yang rendah dan memberikan keuntungan bagi pedagang itu
sendiri, produsen dan konsumen. Keterbatasan informasi pasar terkait dengan
letak lokasi usaha tani yang terpencil, pengetahuan dan kemampuan dalam
menganalisis data yang masih kurang dan lain sebagainya. Di samping itu, dengan
pendidikan formal masyarakat khususnya petani masih sangat rendah menyebabkan
kemampuan untuk mencerna atau menganalisis sumber informasi sangat terbatas.
Kondisi tersebut menyebabkan usaha tani dilakukan tanpa melalui perencanaan
yang matang. Begitu pula pedagang tidak mengetahui kondisi pasar dengan baik,
terutama kondisi makro.
7. Kurang jelasnya jaringan
pemasaran
Produsen dan/atau pedagang dari
daerah sulit untuk menembus jaringan pemasaran yang ada di daerah lain karena
pihak-pihak yang terlibat dalam jaringan pemasaran tersebut dan tempat kegiatan
berlangsung tidak diketahui. Di samping itu, tidak diketahui pula aturan-aturan
yang berlaku dalam sistem tersebut. Hal ini menyebabkan produksi yang
dihasilkan mengalami hambatan dalam hal perluasan jaringan pemasaran. Pada
umumnya suatu jaringan pemasaran yang ada antara produsen dan pedagang memiliki
suatu kesepakatan yang membentuk suatu ikatan yang kuat. Kesepakatan tersebut
merupakan suatu rahasia tidak tertulis yang sulit untuk diketahui oleh pihak
lain.
8. Rendahnya kualitas produksi
Rendahnya kualitas produk yang
dihasilkan karena penanganan yang dilakukan belum intensif. Masalah mutu ini
timbul karena penanganan kegiatan mulai dari prapanen sampai dengan panen yang
belum dilakukan dengan baik. Masalah mutu produk yang dihasilkan juga
ditentukan pada kegiatan pascapanen, seperti melalui standarisasi dan grading.
Standarisasi dapat memperlancar proses muat-bongkar dan menghemat ruangan. Grading
dapat menghilangkan keperluan inspeksi, memudahkan perbandingan harga,
mengurangi praktek kecurangan, dan mempercepat terjadinya proses jual beli.
Dengan demikian kedua kegiatan tersebut dapat melindungi barang dari kerusakan,
di samping itu juga mengurangi biaya angkut dan biaya penyimpanan. Namun
demikian kedua kegiatan tersebut sulit dilakukan untuk produksi hasil pertanian
yang cepat rusak. Kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi antara lain mutu
produk dapat berubah setelah berada di tempat tujuan, susut dan/atau rusak
karena pengangkutan, penanganan dan penyimpanan. Hal ini menyebabkan produk
yang sebelumnya telah diklasifikasikan berdasarkan mutu tertentu sesuai dengan
permintaan dapat berubah sehingga dapat saja ditolak atau dibeli dengan harga
yang lebih murah.
9. Rendahnya kualitas sumberdaya
manusia
Masalah pemasaran yang tak kalah
pentingnya adalah rendahnya mutu sumberdaya manusia, khususnya di daerah
pedesaan. Rendahnya kualitas sumberdaya manusia ini tidak pula didukung oleh
fasilitas pelatihan yang
memadai, sehingga penanganan produk
mulai dari prapanen sampai ke pascapanen dan pemasaran tidak dilakukan dengan
baik. Di samping itu, pembinaan petani selama ini lebih banyak kepada praktek
budidaya dan belum mengarah kepada praktek pemasaran. Hal ini menyebabkan
pengetahuan petani tentang pemasaran tetap saja kuarang, sehingga subsistem
pemasaran menjadi yang paling lemah dan perlu dibangun dalam sistem agribisnis
(Syahza. A, 2002a). Kondisi yang hampir sama juga terjadi di perkotaan, yaitu
kemampuan para pedagang perantara juga masih terbatas. Hal ini dapat diamati
dari kemampuan melakukan negosiasi dengan mitra dagang dan mitra usaha yang
bertaraf modern (swalayan, supermarket, restoran, hotel) masih langka. Padahal
pasar modern merupakan peluang produk pertanian yang sangat bagus karena
memberikan nilai tambah yang tinggi.
Artikel Terkait