Pemilihan Umum [ sering kita dengar ya
pemilihan umum,atau lebih spesifiknya kita dengar lima tahunanlah,sebenarnya
apa sih pemilihan umum itu ,atau mungkin udah pernah juga melakukan pemilihan
atau pencoblosan/pencontrengan,nah dari itu semua mari kita baca artikel ini
pemilihan umum, apa ya,, ne ana kasi tahu pemilihan umum adalah salah satu cara dalam sistem demokrasi
untuk memilih wakil-wakil rakyat yang akan duduk di lembaga perwakilan rakyat,
serta salah satu bentuk pemenuhan hak asasi warga negara di bidang politik.
Pemilu dilaksanakan untuk mewujudkan kedaulatan rakyat. Sebab, rakyat tidak
mungkin memerintah secara langsung. Karena itu, diperlukan cara untuk memilih
wakil rakyat dalam memerintah suatu negara selama jangka waktu tertentu. Pemilu
dilaksanakan dengan menganut asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan
adil.
Nah taukan pemilihan umum itu apa,terus kapan sih pemilihan umum
itu dilakukan, ???
pemilihan umum pertama dilakukan bangsa indonesia dalam sejarah bangsa
Indonesia. Waktu itu Republik Indonesia berusia 10 tahun. Meskipun pemilihan
umumnya dalam keadaan kurang kondusif,namun pemilihan tetap berjalan.Kalau
dikatakan pemilu merupakan syarat minimal bagi adanya demokrasi, apakah berarti
selama 10 tahun itu Indonesia benar-benar tidak demokratis,Yang jelas, sebetulnya
sekitar tiga bulan setelah kemerdekaan diproklamasikan oleh Soekarno dan Hatta
pada 17 Agustus 1945, pemerin-tah waktu itu sudah menyatakan keinginannya untuk
bisa menyele-nggarakan pemilu pada awal tahun 1946. Hal itu dicantumkan dalam
Maklumat X, atau Maklumat Wakil Presiden Mohammad Hatta tanggal 3 Nopember
1945, yang berisi anjuran tentang pembentukan par-tai-partai politik. Maklumat
tersebut menyebutkan, pemilu untuk me-milih anggota DPR dan MPR akan
diselenggarakan bulan Januari 1946. Kalau kemudian ternyata pemilu pertama
tersebut baru terselenggara hampir sepuluh tahun setelah kemudian tentu bukan
tanpa sebab.
Tetapi, berbeda dengan tujuan yang dimaksudkan oleh Maklumat X,
pemilu 1955 dilakukan dua kali. Yang pertama, pada 29 September 1955 untuk
memlih anggota-anggota DPR. Yang kedua, 15 Desember 1955 untuk memilih
anggota-anggota Dewan Konstituante. Dalam Maklumat X hanya disebutkan bahwa
pemilu yang akan diadakan Januari 1946 adalah untuk memilih angota DPR dan MPR,
tidak ada Konstituante.
Keterlambatan dan “penyimpangan” tersebut bukan tanpa sebab pula.
Ada kendala yang bersumber dari dalam negeri dan ada pula yang berasal dari
faktor luar negeri. Sumber penyebab dari dalam antara lain ketidaksiapan
pemerintah menyelenggarakan pemilu, baik karena belum tersedianya perangkat
perundang-undangan untuk mengatur penyelenggaraan pemilu maupun akibat
rendahnya stabilitas keamanan negara. Dan yang tidak kalah pentingnya, penyebab
dari dalam itu adalah sikap pemerintah yang enggan menyelenggarakan perkisaran
(sirkulasi) kekuasaan secara teratur dan kompetitif. Penyebab dari luar antara
lain serbuan kekuatan asing yang mengharuskan negara ini terlibat peperangan.
Tidak terlaksananya pemilu pertama pada bulan Januari 1946 seperti yang
diamanatkan oleh Maklumat 3 Nopember 1945, paling tidak disebabkan 2 (dua) hal
:
- Belum siapnya pemerintah baru, termasuk dalam penyusunan
perangkat UU Pemilu;
- Belum stabilnya kondisi keamanan negara akibat konflik internal
antar kekuatan politik yang ada pada waktu itu, apalagi pada saat yang sama
gangguan dari luar juga masih mengancam. Dengan kata lain para pemimpin lebih
disibukkan oleh urusan konsolidasi.
Namun, tidaklah berarti bahwa selama masa konsolidasi kekuatan
bangsa dan perjuangan mengusir penjajah itu, pemerintah kemudian tidak berniat
untuk menyelenggarakan pemilu. Ada indikasi kuat bahwa pemerintah punya
keinginan politik untuk menyelengga-rakan pemilu. Misalnya adalah dibentuknya
UU No. UU No 27 tahun 1948 tentang Pemilu, yang kemudian diubah dengan UU No.
12 tahun 1949 tentang Pemilu. Di dalam UU No 12/1949 diamanatkan bahwa
pemilihan umum yang akan dilakukan adalah bertingkat (tidak langsung). Sifat
pemilihan tidak langsung ini didasarkan pada alasan bahwa mayoritas warganegara
Indonesia pada waktu itu masih buta huruf, sehingga kalau pemilihannya langsung
dikhawatirkan akan banyak terjadi distorsi.
Kemudian pada paroh kedua tahun 1950, ketika Mohammad Natsir dari
Masyumi menjadi Perdana Menteri, pemerintah memutuskan untuk menjadikan pemilu
sebagai program kabinetnya. Sejak itu pembahasan UU Pemilu mulai dilakukan
lagi, yang dilakukan oleh Panitia Sahardjo dari Kantor Panitia Pemilihan Pusat
sebelum kemudian dilanjutkan ke parlemen. Pada waktu itu Indonesia kembali
menjadi negara kesatuan, setelah sejak 1949 menjadi negara serikat dengan nama
Republik Indonesia Serikat (RIS).
Setelah Kabinet Natsir jatuh 6 bulan kemudian, pembahasan RUU
Pemilu dilanjutkan oleh pemerintahan Sukiman Wirjosandjojo, juga dari Masyumi.
Pemerintah ketika itu berupaya menyelenggarakan pemilu karena pasal 57 UUDS
1950 menyatakan bahwa anggota DPR dipilih oleh rakyat melalui pemilihan umum.
Tetapi pemerintah Sukiman juga tidak berhasil menuntaskan pembahasan
undang-undang pemilu tersebut. Selanjutnya UU ini baru selesai dibahas oleh
parlemen pada masa pemerintahan Wilopo dari PNI pada tahun 1953. Maka lahirlah
UU No. 7 Tahun 1953 tentang Pemilu. UU inilah yang menjadi payung hukum Pemilu
1955 yang diselenggarakan secara langsung, umum, bebas dan rahasia. Dengan
demikian UU No. 27 Tahun 1948 tentang Pemilu yang diubah dengan UU No. 12 tahun
1949 yang mengadopsi pemilihan bertingkat (tidak langsung) bagi anggota DPR
tidak berlaku lagi.
Patut dicatat dan dibanggakan bahwa pemilu yang pertama kali
tersebut berhasil diselenggarakan dengan aman, lancar, jujur dan adil serta
sangat demokratis. Pemilu 1955 bahkan mendapat pujian dari berbagai pihak,
termasuk dari negara-negara asing. Pemilu ini diikuti oleh lebih 30-an partai
politik dan lebih dari seratus daftar kumpulan dan calon perorangan.
Yang menarik dari Pemilu 1955 adalah tingginya kesadaran
berkom-petisi secara sehat. Misalnya, meski yang menjadi calon anggota DPR
adalah perdana menteri dan menteri yang sedang memerintah, mereka tidak
menggunakan fasilitas negara dan otoritasnya kepada pejabat bawahan untuk
menggiring pemilih yang menguntungkan partainya. Karena itu sosok pejabat
negara tidak dianggap sebagai pesaing yang menakutkan dan akan memenangkan
pemilu dengan segala cara. Karena pemilu kali ini dilakukan untuk dua
keperluan, yaitu memilih anggota DPR dan memilih anggota Dewan Kons-tituante,
maka hasilnya pun perlu dipaparkan semuanya.
Berikut merupakan daftar partai politik indonesia yang ikut serta
dalam pemilihan umum yakni : silakan baca disini Daftar Partai Politik
Nah udah taukan sejarah awal dari pemilihan
umum diindonesia,eh,,belum semua,, ada lagi dari kesuksesan pemilu 1955
ternyata tidak bisa dilanjutkan pada pemilu berikutnya kenapa ya ??
Setelah
sukses dengan pemilu 1955,pemilu berikutnya sangat disayangkan kisah sukses
pemilu1955 tidak bisa dilanjutkan hanya menjadi
catatan emas sejarah. Pemilu pertama itu tidak berlanjut dengan pemilu kedua
lima tahun beri-kutnya, meskipun tahun 1958 Pejabat Presiden Sukarno sudah
melantik Panitia Pemilihan Indonesia II.
Pemilihan Umum Periode Demokrasi terpimpin [ Yang terjadi kemudian adalah berubahnya format politik
dengan keluarnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, sebuah keputusan presiden untuk
membubarkan Konstituante dan pernyataan kembali ke UUD 1945 yang diperkuat
angan-angan Presiden Soekarno menguburkan partai-partai. Dekrit itu kemudian
mengakhiri rezim demokrasi dan mengawali otoriterianisme kekuasaan di
Indonesia, yang – meminjam istilah Prof. Ismail Sunny -- sebagai kekuasaan
negara bukan lagi mengacu kepada democracy
by law, tetapi democracy by decree.
Otoriterianisme pemerintahan Presiden Soekarno makin jelas
ketika pada 4 Juni 1960 ia membubarkan DPR hasil Pemilu 1955, setelah
sebelumnya dewan legislatif itu menolak RAPBN yang diajukan pemerintah.
Presiden Soekarno secara sepihak dengan senjata Dekrit 5 Juli 1959 membentuk
DPR-Gotong Royong (DPR-GR) dan MPR Sementara (MPRS) yang semua anggotanya
diangkat presiden.
Pengangkatan keanggotaan MPR dan DPR, dalam arti tanpa
pemi-lihan, memang tidak bertentangan dengan UUD 1945. Karena UUD 1945 tidak
memuat klausul tentang tata cara memilih anggota DPR dan MPR. Tetapi,
konsekuensi pengangkatan itu adalah terkooptasi-nya kedua lembaga itu di bawah
presiden. Padahal menurut UUD 1945, MPR adalah pemegang kekuasaan tertinggi,
sedangkan DPR neben atau sejajar dengan presiden.
Sampai Presiden Soekarno diberhentikan oleh MPRS melalui
Sidang Istimewa bulan Maret 1967 (Ketetapan XXXIV/MPRS/ 1967) setelah meluasnya
krisis politik, ekonomi dan sosial pascakudeta G 30 S/PKI yang gagal semakin
luas, rezim yang kemudian dikenal dengan sebutan Demokrasi Terpimpin itu tidak
pernah sekalipun menyelenggarakan pemilu. Malah tahun 1963 MPRS yang anggotanya
diangkat menetapkan Soekarno, orang yang mengangkatnya, sebagai presiden seumur
hidup. Ini adalah satu bentuk kekuasaan otoriter yang mengabaikan kemauan
rakyat tersalurkan lewat pemilihan berkala.